REVIEW EBOOK NASIONAL

 BAB I

COMPARE

Pertimbangan kedua didasarkan pada argumen yang diberikan oleh Conyers tentang pafrisipasi masyarakat dalam pembangunan.a Partisipasi dalam bentuk perencanaan yang didesentralisasi di tingkat lokal akan menjadi lebih efektif bila ada proses desenralisasi implementasi rencana tersebut. Lebih lanjut Conyers mengungkapkan bahwa bila suatu rencana hanya dipersiapkan di tingkat lokal untuk kemudian diajukan ke tingkat nasional lalu diimplementasikan lewat departemen maka pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan di tingkat lokal tidak akan merasa memiliki keterlibatan dan komitmen yang tinggi. Jika masyarakat juga terlibat dalam implementasi rencanaapalagSjika memiliki kontrol atas sumber daya maka kemungkinan besar masyarakat akan lebih merasa memiliki dan dihargai.

Selain itu, Conyers juga menyimpulkan bahwa keberhasilan dan kegagalan dalam partisipasi masyarakat disebabkan oleh dua hal.2a Pqtama, kesadaran masyarakat bahwa keterlibatannya dapat menentukan hasil akhir dari suaru rencana. Keduarperasaan bahwa partisipasi mempunyai pengaruh langsung yang dapx dirasakan. Masyarakat tidak akan berminat terhadap akivitas yang tidak sesuai dengan aspirasi atau yang tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan nasib masyarakat. Oleh karena itu, secara bersamaan desentralisasi artara perencanaan dan pela"ksanaan mampu mendorong partisipasi masyarakat. Dengan demikian, perhatian atas dua aspek sekaligus yakni pengaturan dan pengurusan merupakan hal yang penting dalam mengkaji partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah.

Sesuai NPS maupun demokrasi alternatif, yang sangat dipengaruhi oleh republikenisme, setiap individu ditempatkan sebagai warga. Ke(warga)an pada dasarnya menunjuk keanggotaan individu dalam komunitas politik, terutama negara, yang mengandung lima komponen: status legal, identitas, hak, kewajiban dan aktivitas politik atau partisipasi (J. Cohen, 1999; G. Delanty, 2000; Michael Lister dan Emily Pia, 2008).

Warga menempati posisi penting dalam akuntabilitas dan partisipasi. Peran warga bukan hanya menyerahkan mandat kepada penguasa dan parlemen melalui proses pemilihan (elektoral), serta bukan hanya sebagai pelengkap dalam mekanisme akuntabilitas horizontal antara penguasa dan parlemen. Dalam konteks ini budaya politik warga merupakan prakondisi penting bagi akuntabilitas, tetapi akuntabilitas maupun proses kebijakan juga membentuk budaya politik warga. Akuntabilitas yang ideal membutuhkan budaya politik yang demokratis, sebaliknya akuntabilitas yang baik juga akan menumbuhkan budaya demokratis. Dengan kalimat lain, budaya politik demokratis merupakan pendukung akuntabilitas ideal, tetapi kebijakan yang demokratis juga menjadi arena untuk pendidikan politik yang membuat budaya demokratis bagi elite dan warga.

BAB II

CONTRAST

Pada dasarnya manajemen dalam ruang organisasi publik, swasta dan merupakan serangkaian aktivitas manusia yang berkesinambungan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen erat kaitannya dengan organisasi dalam suatu administrasi dalam arti luas. Dalam dimensi administrasi baik administrasi publik maupun swasta terdapat unsur, fungsi dan prinsip yang satu sama lain berkaitan atau berkesinambungan dalam mencapai tujuannya yang telah ditetapkan.

Tinjauan teoritis sejak awal lahirnya administrasi yang ditandai dengan gerakan manajemen ilmiah atau movement scientific management dengan tokohnya Frederick Taylor dan Henry Fayol memberikan kontribusi terhadap awal perkembangan manajemen sebagai lahirnya ilmu administrasi dan manajemen sebagai pendekatan manajemen klasik. Pendekatan manajemen klasik meliputi pendekatan manajemen ilmiah (Frederick Taylor) yang mengutamakan model tujuan, sedangkan prinsip prinsip administrasi (Henry Fayol) dan Organisasi Birokratik menitik beratkan model proses internal administrasi (Max Weber).

Merajut kembali hubungan demokrasi dan pelayanan publik menjadi pusat perhatian paradigma pelayanan publik baru (new public service), sebagai kritik atas paradigma administrasi publik lama dan manajemen publik baru (new public management). Prinsip dasarnya, paradigma paling lama mengutamakan kapasitas dan kinerja birokrasi, NPM berhaluan neoliberal mengutamakan pelayanan publik pro pasar yang menempatkan warga sebagai pelanggan, dan NPM menempatkan warga sebagai jantung pelayanan publik. 

Birokrasi penyelenggara pelayanan publik di Indonesia sebenarnya sudah semakin modern, bahkan sangat akrab dengan konsep-konsep impor seperti manajemen publik baru, good governance, mewirausahakan birokrasi, privatisasi, contracting out dan lainnya. Namun struktur dan watak dasar birokrasi merupakan warisan masa lalu yang mengutamakan paternalisme atau klientelisme. Dalam struktur ini terjadi hubungan benevolensi pejabat/birokrat dan obediensi rakyat yang sangat personal dan intim. Birokrat mempunyai citra diri sebagai orang yang budiman, berkewajiban melindungi dan membantu rakyat, serta tidak mungkin menjerumuskan rakyat. Sebaliknya rakyat bukan berposisi sebagai warga yang berdaulat dan terhormat, melainkan sebagai hamba (kawula) yang harus patuh dan tidak boleh macam-macam di hadapan para pejabat.

BAB III

CRITIZE

Kepercayaan publik, sangat ditentukan oleh penilaian warga dan pemangku kepentingan terhadap sikap dan perilaku aparat dan pejabat birokrasi ketika berinteraksi satu dengan lainnya. Pengetahuan kongnitif warga dan pemangku kepentingan tentang aparat dan pejabat birokrasi, hubungan kejiwaan dan sosial yang dimilikinya, dan penilaian tentang kompetensinya dalam menyelenggarakan pelayanan publik dan kegiatan pemerintahan akan sangat menentukan tinggi rendahnya kepercayaan publik kepada birokrasi publik dan para pejabatnya. Aparat dan pejabat publik yang mampu menjalin hubungan yang bersifat transformatif dengan warga dan pemangku kepentingannya tentu akan dapat membentuk pengetahuan kongnitif warga yang positif, membangun hubungan emosional yang kuat dengan mereka, dan menunjukkan kepada warga tentang kompetensinya dalam merespon kepentingan dan kebutuhan warganya. Dalam kondisi seperti itu, birokrasi dan aparatnya akan dengan sendirinya menikmati kepercayaan publik (Dwiyanto, 2011).

Para birokrasi cenderung untuk tidak mengembang amanah yang telah diberikan kepada mereka. Akibatnya, banyaknya penyalahgunaan wewenang, korupsi dan kasus lainnya. Menurut Dwiyanto (2011), salah satu masalah yang dihadapi dalam memperbaiki kinerja birokrasi pemerintah sekarang ini adalah kecenderungan birokrasi pemerintah yang tumbuh menjadi pasar korupsi yang utama. Birokrasi publik di Indonesia sering menjadi arena pertemuan antara pemburu rente dan mereka yang membutuhkan privileges. Sebagian besar kasus korupsi yang terjadi di Indonesia selalu melibatkan birokrasi pemerintah atau setidaknya aktor-aktor di dalamnya. Intinya, birokrasi pemerintah cenderung menjadi arena yang mempertemukan para pemburu rente dengan pihak yang karena berbagai alasan tidak sanggup mengikuti prosedur yang wajar dalam pelayanan publik. Kondisi seperti ini harus segera diakhiri. Jika Indonesia gagal menghapus pasar korupsi itu, tujuan para pendiri bangsa untuk menjadi birokrasi sebagai agen pelayanan sekaligus pembaharu tidak akan terwujud (Dwiyanto, 2011).

Derajat tertinggi adalah kendali wargayang memberikan peluang keterlibatan lebih kuat dalam pembuatan kebiiakan. 'Warga ambil bagian secara langsung baik dalam pengambilan keputusan maupun pelayanan publik Derajat ini menunjukkan adanyaredistribusi kekuasaan dari pemerintah kepada masyarakat. Terdapat tiga anak tang1a dalam derajat ini mulai dari kemitraan, kuasa yang didelegasikan, sampai pada yang tertingg yakni kendali warga.

BAB IV

SYHNTESIZE

Manajemen strategis yang mengutamakan proses fungsi kebijakan yang berfokus pada pendekatan yaitu strategi keputusan, memperhatikan nilai fundamental organisasi, perubahan lingkungan strategis dan pelayanan publik dalam penyelenggaraan urusan dan kegiatan orgnisasi dan manajemen public yang berorientasi pada New Public Management (NPM).

Manajemen Strategik mempunyai relevansi terhadap gambaran kondisi kondisi kondisi lingkungan saat ini baik internal maupun ekternal diformulasikan dalam strategi jangka panjang, perencanaan strategi jangka panjang, penerapam atau pelaksanaan strategi serta evaluasi dan pengendalian atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Peluang dan ancaman dalam organisasi manajemen dapat diformulasikan dalam sebuah strategi yang harus mampu untuk memformulasikan antisipasi kondisi eksternal. Manajemen strategik dalam organisasi publik harus memformulasikan strategi untuk memanfaatkan peluang ekternal dan menghindari atau meminimalisir pengaruh ancaman. Pentingnya manajemen untuk mengenali, memonitor, dan mengevaluasi setiap peluang dan ancaman dalam setiap proses kebijakan dan tindakannya. Manajemen strategik sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas untuk proaktif dan tidak reaktif terhadap masa depan, tetapi mengambil langkah-langkah strategic untuk mengendalikan pencapaian tujuan. Prinsip dasar manajemen strategik lebih pada pendekatan merancang strategi inti yang berfokus pada proses pengambilan keputusan, komunikasi dan informasi dalam mencapai tujuan organisasi publik.

Fungsi manajemen yang utama adalah melakukan pelayanan publik dengan penguatan manajemen strategis dalam yang berorientasi pada kebijakan publik Kebijakan publik atas dasar isu dan problem pelayanan publik melalui proses kebijakan publik (problem policy, decision making policy, implementation policy monitoring and controlling policy and infact policy) yang berkenaan dengan kepentingan dan kebutuhan dasar masyarakat. Kebijakan publik dan pelayanan publik tidak dapat dipisahkan dalam new public management, karena manajemen publik yang legitimacy and public trust adalah nilai fundamnental dari pemerintahan demokratis. 

Birokrasi publik masa depan harus memiliki predisposisi yang positif terhadap democratic governance. Birokrasi dan aparaturnya harus mampu berperan aktif mewujudkan nilai-nilai democratic governance seperti partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas pada publik. Karakteristik birokrasi publik yang cenderung mendominasi proses pembuatan kebijakan dan menghalangi keterlibatan publik dalam proses itu harus dihilangkan. Birokrasi publik harus lebih terbuka dan secara aktif melibatkan warganya dalam kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Pelayanan publik bukan lagi domain pemerintah semata-mata, tetapi adalah urusan semua warga dan pemangku kepentingan. Spesifikasi pelayanan untuk memenuhi kebutuhan warga bukan lagi monopoli birokrasi, melainkan harus menjadi arena yang terbuka di mana semua pemangku kepentingan dan warga pengguna dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraannya, termasuk berperan dalam pengambilan keputusan.

BAB V

SUMMARIZE

Motivasi pelayanan publik pada prinsipnya bertolak dari konsep motivasi yang mengarah pada kajian organisasi dan manajemen kontemporer. Menurut Perry dan Porter (1992) konsep montivasi sebagai kekuatan, arah dan eksistensi perilaku. Pindser (1998) menjelaskan motivasi sebagai kekuatan internal dan eksternal yang berhubungan dengan insiatif, arah, intensitas dan kecepatan perilaku. Motivasi dalam konteks studi ini, untuk mengembangkan dan meningkatkan manajemen dalam organisasi publik untuk menyelenggarakan wewenang, tugas dan fungsi pelayanan publik yang dilandasi oleh kualitas, kapabilitas dan kapasitas aparatur berdasarkan kekuatan motivasi internal dan ekternal baik pada lingkungan kerja organisasinya maupun dengan lingkungan masyarakat.

Menurut Eugebe Litwak dalam Tjahya Supriatna (2001) bahwa perilaku birokrasi pemerintahan dipengaruhi oleh perilaku individu secara mikro dan perilaku organisasi secara makro dan sebaliknya.Profil dan status perilaku individu birokrasi pemerintahan dibentuk oleh faktor fisiologis, faktor psikologis dan faktor lingkungan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah : Pertama, Faktor fisiologis berkenaan dengan fisik dan mental; Kedua, faktor psikologis menyangkut persepsi, sikap, kepribadian, motivasi dan belajar; Ketiga faktor lingkungan meliputi keluarga, kelas sosial dan kebudayaan. Sedangkan menurut James L Bowditch dan Antony F. Bruno (1985) bahwa perilaku birokrasi organisasi pemerintahan ditentukan oleh status, peranan, norma kohesif, konflik dan ambiguitis, komunikasi, manajemen, kepemimpinan serta kerjasama dalam efektifitas organisasinya.

Secara umum, dinamika partisipasi bagi masyarakat merupakan proses pembelajaran yang sangat berharga mengenai daya tanggap masyarakat akan berbagai isu politik lokal. Kuditas pelayanan publik, transparansi pembuatan keputusan, agenda pembangunan, sandar penyelenggaraan pemerintahan daerah, keluhan atas beragam persoalan yang dihadapi merupakan sedikit isu yang semakin peka ditangkap dan direspons oleh masyarakat. Kepekaan masyarakat akan persoalan politik lokal akan bertdian erat dengan kepekaan mereka terhadap isu politik lain yang lebih luas. Kepekaan ini biasanya juga mampu mendorong masyarakat untuk terlibat lebih mendalam pada partisipasi mereka dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Vitalitas partisipas5 proses pemunculan kepemimpinan lokal, dan pembelajann atas berbagai isu politik mendorong pendidikan politik masyarakat

Pemerintah dan pejabatnya dinilai memiliki ketulusan yang tinggi dan niat yang baik apabila dalam melaksanakan kegiatan pemerintah dan pelayanan publik tidak memiliki konflik kepentingan sama sekali dan tidak akan mengambil manfaat dari ketidakberdayaan warganya. Pemerintah dinilai tulus ketika para pejabatnya tidak akan melakukan tindakan yang merugikan kepentingan warga walaupun warga tidak mengontrolnya. Hal itu terjadi apabila pemerintah dan para pejabatnya bersedia membantu warga walaupun sebenarnya mereka tidak harus melakukannya dan ketika melakukan itu mereka tidak didorong oleh motivasi ekstrinsik. Melayani dan memenuhi kebutuhan warga sudah semestinya menjadi panggilan hati mereka sebagai pejabatnya publik 

Komentar